Bunda Maria Secara Pribadi Mengajari Kita

Inilah sepenggal doa Persembahan Kepada Bunda Maria Fatima, pelindung Gereja kita tercinta, yang selalu kita doakan bersama-sama di dalam Misa Malam Tirakatan Bunda Maria Fatima, tanggal 12 setiap bulan.
Di Fatima pada tahun 1917, Bunda Maria meminta kepada FRANSISCO MARTO untuk banyak berdoa Rosario suci dan mempersembahkan diri kepada HatiNya Yang Tak Bernoda, sebelum mencapai surga. Fransisco bersedia menerima tantangan yang lembut dan keibuaan tersebut untuk banyak berdoa dan taat/setia. Bersediakah kita ?

Tidak ada suatu relasi yang dapat terjalin dengan baik tanpa adanya komunikasi. Relasi yang paling hakiki dalam kehidupan ini adalah relasi kita dengan Tuhan melalui Doa, bahwa di dalam DIA, kita “HIDUP, BERGERAK dan MENJADI APA ADANYA kita”. Oleh karenanya sangatlah penting bagi kita untuk menyediakan waktu untuk berdoa setiap hari.
Bila kita menyimak kehidupan duniawi Bunda Maria, kita akan takjub oleh perhatiannya terhadap perbuatan Tuhan di dalam Dia dan di sekeliling Dia. Maria memiliki jiwa lembut yang memperhatikan dengan seksama perbuatan Tuhan dalam hidupnya. (Luk. 2: 19,51).
Doa Bunda Maria adalah doa yang gigih. Apa yang dimaksud dengan “Doa yang gigih”?
Marilah kita menyimak masing-masing kata di dalamnya. Menurut Merriam Webster’s Online Dictionary, kata sifat “gigih (steadfast)” memiliki dua arti : 1) Tak tergoyahkan; 2) Setia. Padanan kata yang lebih sesuai untuk gigih adalah “SETIA (faithful)”.
Bunda Maria larut dalam kontemplasinya kepada Tuhan dan kepada semua hal yang bersifat Ilahi. Bunda tidak hanya sekedar menghabiskan waktu dalam doa-doaNya, tetapi Ia juga memasrahka diri sepenuhnya selama masa-masa hening tersebut. Dengan kata lain, doanya begitu tekun; dan tidak tergoyahkan. Keinginannya berdoa tak pernah mengendur ….. Bunda memusatkan segala kehendaknya dalam doa yang dipanjatkannya tersebut. Tekadnya tidak tergoyahkan.
Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan yang meresahkan, yang semakin diyakini – dimana mereka mempunyai prinsip “Pekerjaanku adalah doaku”. Prinsip ini seringkali diartikan bahwa bukannya me-nyediakan saat-saat teduh setiap harinya untuk berdoa, seseorang malah lebih tenggelam dalam tugas/pekerjaannya, yang berarti menyepelekan waktu untuk berdoa, yang merupakan sarana berkomunikasi dengan Tuhan.
Tindakan tersebut tidaklah benar dan pada akhirnya dapat membahayakan jiwa. Adalah benar jika dikatakan bahwa pekerjaan/tugas-tugas kita merupakan persembahan kepada Sang Pencipta, bahwa kita mensyukuri tugas-tugas kita. Namun, setiap orang seyogianya membutuhkan waktu tiap hari khusus untuk berdoa di mana kita mendengarkan suaraNya dan menanggapiNya secara khusuk, tanpa terganggu hal-hal lain.
Bunda Maria menjadikan kar-yanya sekaligus sebagai doanya. Namun Dia tetap meluangkan begitu banyak waktu untuk berkomunikasi dengan Tuhan.
Hingga akhir hidupnya di dunia, Sang Perawan Maria berkanjang dalam doa. Dan sekarang di surga, Ia masih juga tetap berkanjang dalam doa, untuk kita dan intensi-intensi kita.
Mampukah kita, seperti Bunda Maria, selalu gigih dalam berdoa?
Kita dapat juga setia dalam doa seperti Bunda Maria, dan bisa larut sepenuhnya dalam pembicaraan de-ngan Tuhan. Kita bisa menghindarkan diri kita dari konsep keliru, untuk me-ngurangi waktu berdoa dengan alasan sibuk, seberapapun wajarnya kesibukan itu.
Seperti halnya Tuhan dan Juru Selamat kita Yesus Kristus, Bunda Maria merupakan teladan dalam hal berdoa. Di surga, Dia berdoa untuk kita. Di dunia kita berdoa bahwa kehidupan kekal yang Bunda sekarang nikmati di surga, suatu saat bisa kita nikmati juga. Mampukah kita ??? (Ibu Ag. Th. Nicolas/ Tim Kerja Devosi-Liturgi & Peribadatan)


0 comments:

Post a Comment