Surat buat Semi dan Wiji


Wiji dan Semi yang baik.
Setelah mendengar surat yang Semi kirim, bapak bilang sama mas Heru, mas disuruh mbikin surat buat kalian. Bapak sama Ibu pengen minta maaf, karena minta mas Heru yang nulis suratnya. Maklum, bapak –Ibu kan ndak bisa baca tulis. Kami juga minta maaf, belum bisa nengok kalian di asrama. Bulan ini nanti kami pengin pergi ke asrama. Ibu, bapak, sama mas Heru sebenarnya kangen sama kalian. Tapi, kebetulan pas hari jenguk bulan lalu, Kang Tular, anaknya pakdhe Suradi menikah. Jadilah, bapak dan ibu harus réwang ke tempat pakdhe.
Tapi, ada berita baik juga buat kalian. Si Menir, sapi kita, beranak. Satu ekor, betina. Mas belum kasih nama buat anak sapinya. Pokoknya, masalah nama, mas Heru serahkan sama kalian. Bulan depan, kalau kami datang ke asrama, kalian bisa ngasih tahu nama buat pedhètnya.


Eh...kalian tahu tidak, ibu seminggu yang lalu waktu lagi saré ngelindur nyuruh Semi mandiin Pedhètnya. Wah, ibu kangen bener lho sama kalian! Sampai dibawa mimpi ! hehehe... paginya, mas Heru godain aja ibu. Hasilnya, mas heru dicubit perutnya sampe warnanya biru agak ungu, kayak brambang kalau ikut digoreng jadi campuran telor dadar. Wuaduuh.. Sakitnya minta ampun !!
Semi dan Wiji yang baik, mas sebenarnya juga sedih, nggak bisa nengok kalian. Mas tadinya ingin menentang keputusan bapak ibu waktu mau memasukkan kalian ke asrama. Mas sedih, karena usia segitu, kalian sudah harus pisah sama keluarga. Tapi, kalau membaca surat semi dua bulan lalu, rasanya sedihnya jadi berkurang kok. Mas Heru seneng, kalau kalian berdua gembira di asrama.
Mas ingin, kalian bisa bergembira saat ini. Menikmati masa bermain kalian. Dan mas senang, kalian menemukan hal itu di asrama, bersama para suster dan teman-teman kalian. Selain itu, mas juga bangga dengan kalian. Mau tau kenapa nduk, Lé ? karena sekarang kalian sudah belajar jadi orang dewasa juga. Kalian belajar memiliki tanggung jawab, belajar jadi anak mandiri, dan belajar jadi anak yang pinter.
Mas bangga, karena meskipun usia kalian lebih muda dari mas Heru, tapi mas merasa kalian sudah berani jadi anak-anak yang tidak tergantung pada orang tua. Menurut mas, itu hebat! Mas sendiri, sampai sekarang belum pernah pergi jauh dari rumah. Tapi, kalian sudah jauh melebihi mas. Jadi, mas tidak mau Semi merasa selalu kecil di hadapan mas. Semi anak hebat, mungkin tidak buat memerah susu sapi, tapi di lain hal, Semi anak yang hebat. Percaya mas deh...
Mas Heru seneng, waktu baca surat Semi. Semi bilang, Semi pengen bisa pintar seperti mas Heru. Mas Heru sampe mau nangis. (jangan bilang Wiji ya. Nanti mas diolok-olok deh sama dia. Jangan dibocoriin ke bapak sama Ibu juga. Awas lo ya). Tapi, Semi harus tahu, ada banyak jenis kepandaian. Tidak hanya satu. Semi pasti sudah pernah diajari sama suster...siapa itu... Suster Nien ya? Semi pasti sudah pernah diberitahu kalau Tuhan itu mbikin manusia beda satu sama lain. Dan itu bener. Makanya, setiap orang, juga mas heru dan semi, juga wiji, bisa punya kepandaian yang beda-beda juga. Yang penting, kepandaian itu digunakan buat saling melengkapi, bukan untuk kepentingan sendiri saja.
Mas pengen ngasih contoh sama Semi. Semi bilang di surat dulu kalau di asrama ada patung Yesus banyak sekali. Beda-beda lagi. Ada yang waktu Yesusnya masih bayi, digendong ibu Maria, ada juga yang Yesusnya sudah jadi anak-anak seperti Wiji, atau mungkin yang sudah besar. Sudah pake jenggot sama kumis. Tapi, semuanya kita hormati kan?!
Dari situ, mas belajar sesuatu. Setiap orang, besar, kecil, tua, muda, siapa saja, patut dihormati. Tuhan kan mencintai semua orang. Nggak peduli siapa orangnya, berapa umurnya, atau sekolahnya seperti apa. Tuhan jadi temen buat Semi, mas Heru, Wiji, Bapak, Ibu, Suster, siapa aja. Tuhan itu milik semua orang. Yang bikin beda paling ya, kita merasa kalau Tuhan nenemin kita apa ndak. Itu saja.
Nah, kalau begitu, kitapun harus belajar menghormati setiap orang. Termasuk, orang yang kita anggap lebih kecil dari kita. Wiji misalnya. Jadi dewasa itu, bukan berarti harus menghilangkan semua sifat anak kecil. Ada banyak sifat anak kecil yang baik dibawa terus lho ! misalnya periang, mudah menyesuaikan diri sama keadaan baru, mudah memaafkan. Kalau nggak percaya liat aja si Wiji, kalau habis marahan sama temennya pasti sebentar sudah maen bareng lagi. Kamu dulu juga begitu.
Masih banyak yang bisa Semi pelajari dari anak-anak seperti Wiji. Sekarang yang terpenting, Semi menikmati jadi teman Tuhan, baik waktu belajar, bermain, berdoa, bergaul dengan teman, atau orang lain.
Eh, Semi sama teman-teman asrama sekarang pasti sibuk buat pesta natalan ya? Pasti lagi sibuk mbikin gua seperti kalo mas Heru sama teman-teman mudika buat di Gereja. Kemarin, Romo Pracoyo juga sudah ngajak mas Heru, mas Bekti, dan mas Abdi mbikin gua natal. Masalahnya, ternyata patung malaikat yang biasanya digantung di atas guanya ternyata pecah. Sayapnya yang sebelah kiri patah. Kemarin ada yang usul sama romo beli lagi saja. Tapi romo bilang mendingan dibetulin dulu pake lem. Romo bilang, kita harus belajar ngrumat, memelihara apa yang kita punya. Wah, mas Heru jadi belajar tentang jadi orang yang sederhana juga. Ternyata hidup sederhana seperti keluarga kita ini tidak memalukan ya..
Oh, iya, Romo Pra kemarin dulu juga sempat nanyain Semi. Habis, setelah semi masuk asrama, Misdinar yang rajin berkurang satu. Romo Pra titip salam buat Semi sama Wiji. Romo bilang, Semi sama Wiji harus tetap rajin jadi misdinar di asrama.
Semi dan Wiji yang baik, mas Heru nulis suratnya sudah dulu ya. Sampai ketemu di asrama nanti hari minggu ketiga. Mas Heru minta doa ya, biar keluarga tetap sehat semua. Doa juga buat pedhetnya si menir, biar sehat dan cepat besar. (Mo Poer)

0 comments:

Post a Comment